Suatu hari ada yang menekan Iman

*Oleh: Khuraim Fatik (Agustus 2010)
  
Suatu senja di pemukiman kumuh Kota B ketika matahari seolah enggan membenamkan dirinya di ufuk barat, jumat wage bulan ruwah.  Seorang kakek berpenampilan seperti kyai (atau memang sebenarnya dia kyai, entahlah)  menyandarkan pantat tepos-nya pada sebuah kursi rotan reyot berwarna kusam dihiasi sarang laba-laba, mulut dengan gigi tonggosnya terus bergetar sekaligus komat-kamit berirama dengan gerakan tangan memutar tasbih berwarna hijau (yang jika diletakkan di kegelapan akan menyala). Kakek berusaha sekuat tenaga mengendalikan diri dan kemudian melawan. Ada dua jenis perlawanan, yaitu: Dia harus melawan tekanan darah yang setiap saat bisa naik beberapa derajat, dan sekaligus dia harus melawan tamu tak diundang, seorang pemuda yang sama sekali tidak dia kenal, laring dan mulut pemuda itu seringkali mengeluarkan suara-suara tajam yang kemudian ditangkap dan menusuk gendang telinga kakek, selanjutnya suara tadi diproses di otak sehingga menjadi pemicu tekanan darah kakek naik beberapa derajat.
Disamping kanan kakek renta itu berdiri seorang perempuan berparas cantik, balutan kain berwarna orange yang menutupi rambutnya menempel sempurna, sehingga memperjelas karakteristik wajah berbentuk oval dengan dua kornea mata besar yang berkolaborasi dengan hidung mancung dan bibir merah mungil secara presisi, perfect. Jika disaksikan secara cermat, antara wajah perempuan dan kakek diatas, maka akan dapat kita peroleh sedikit gambaran antara surga dan neraka.
“Kafir!!!” Untuk kesekian kali suara tak mengenakkan seperti ini keluar dari mulut pemuda itu, suaranya jelek mirip tokoh kartun squidwort dalam film Spongebob Squarepants. “Kafir! Sampean kafir!”
Hati kakek berdesir tajam, tekanan darah kini naik beberapa derajat lebih tinggi. Sejenak dia menjadi patung, tasbih tidak lagi berputar mengelilingi jari-jarinya. Sekuat tenaga dia mengendalikan diri dan kemudian bangkit dari duduknya, nampak sekali kedua kakinya bergetar sangat cepat (jawa: ndredeg) seperti anak kecil menahan pipis, namun kakek itu duduk lagi karena memang kakinya tak kuat lagi menopang tubuhnya untuk berdiri.
“Ma, maaf jenengan pengennya apa?” Terbata-bata kakek renta bertanya.
Pertanyaan itu tak segera dijawab, pemuda itu sedang menyibukkan diri mengobrak-abrik buku, sok-sokan seperti mencari sesuatu di rak buku yang didalamnya terdapat kitab-kitab bertuliskan huruf-huruf arab yang sama sekali tidak bisa dipahami oleh pemuda  berjubah putih itu.
“Saya tidak ingin apa-apa, saya juga tidak menginginkan cucumu yang cantik itu, tapi kalau dia mau dengan saya, akan saya terima.”  Balas seorang pemuda berjidat kehitam-hitaman (tak tahu kenapa kok bisa hitam? Nampaknya seperti gawan bayi), “Disini saya hanya menegakkan hukum Allah! Sampean Paiman bin Sukamto selaku sesepuh kampung telah menodai agama Allah, kenapa sampean tidak segera bertaubat?”
“Hukum Allah yang mana?” Jawab kakek berjenggot putih melakukan pembelaan.
“Hah, percuma berdebat dengan sampean.” Sembari menyodorkan surat pada kakek renta, sang pemuda mulai mengintruksikan layaknya komandan upacara 17-an, “Pokoknya mulai besok sampean bersama kaum sampean harus sudah menghentikan aktifitas keagamaan di Masjid kampung ini! Bukankah kami cukup baik telah memberikan tenggang waktu semalam kepadamu dan kaummu untuk mengucapkan salam perpisahan pada Tuhanmu.”
Tekanan darah kakek Iman (begitulah warga sekitar memanggil kakek tersebut) kini mencapai puncak, dalam kondisi seperti ini akhirnya dia berani melawan dengan suara cukup lantang dia berkata, “Astaghfirullah... Allah saja tidak melarang kami untuk beribadah menurut keyakinan kami, mengapa jenengan begitu lantang menghentikan aktifitas kami! Bukankah perbedaan itu adalah sebuah kenyataan, dan persamaan hanyalah sebuah impian, tak mungkin kita bisa menyamakan perbedaan yang ada, pun jika harus dipaksakan untuk sama, maka yang tercipta adalah kehancuran. Cobalah kau pahami itu anak muda...”
“Sudah hentikan! Sekali lagi aku katakan, percuma berdebat dengan sampean.”  Dengan wajah mengerut pemuda itu menghentikan ceramah kakek  Iman, “Siapa bilang Allah tak menghentikan aktivitas kalian? Saya yakin keberadaan kami diciptakan di dunia ini untuk menegakkan Agama Allah, salah satunya adalah menghentikan aktifitasmu yang sudah melenceng jauh dari ajaran Agama. Tidak usah banyak berdalih, monggo baca surat itu, sudah cukup jelas, pemerintah pun mengakui keberadaan golonganmu adalah keliru. Mumpung masih jembar kalangane, padang rembulane, bertaubatlah... Insya Allah kami masih ada ruang untuk orang-orang yang mau bertaubat. Pun, ngoten mawon saking kula, Wassalamu’alaikum laila...!
Dengan senyum manis yang dilayangkan kepada Laila, Pemuda gagah perkasa itu mengakhiri keberadaanya di ruang tamu kakek (mirip kyai) kampung itu. Dia melangkahkan kakinya dengan bangga.
Laila pun tersenyum. Nampak pipinya memerah karena mendapat lemparan senyum dari pemuda gagah perkasa tadi. Yaa Khumairo’... Makin manis aja paras perempuan berumur 2 windu itu.
Nduk... Apa hubunganmu dengan pria tak tau sopan santun barusan?” Tanya kakek Iman dengan suara serak-serak basahnya, jelas sekali ada beberapa puluh mililiter lendir yang menempel ditenggorokannya.
Mase barusan bernama Dalijo bin Tumirin, Ketua Front Pembela Itik wilayah Kota B. Tapi mas Dalijo biasa dipanggil Ahmad Husein.” Jawab Laila seolah ingin memperkenalkan pemuda pada Kakek Iman.
Hubunganmu opo?” Kakek bertanya dengan penuh rasa penasaran.
Laila mencoba menjelaskan secara gamblang, “Mas Ahmad tunangan Laila kek...”
Astaghfirullahal’adzim...” Kini tekanan darah kakek Iman mencapai point of no return, begitu besar tekanannya sehingga menyebabkan matanya terpaksa harus terpejam selamanya.
***
)* Mahasiswa Teknik Informatika angkatan 2007 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, akrif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

INDONESIA; PERADABAN ATLANTIS YANG TELAH HILANG


Sebuah pemukiman indah di permukaan samudra.
Semoga rajanya bersuka ria dan menikmati pesta-pesta agung.
Hingga suatu waktu ketika laut berubah garang dan liar... Ombak tiba-tiba menyapu seluruh daratan...
Pemukiman indah, penuh manusia, berubah menjadi danau.  
Sebuah benteng  yang tak dapat direbut, dikelilingi oleh laut.
~ Taliesin, Poem 21 ~
Mungkinkah pernah terbesit dalam pikiran Anda bahwa Tanah yang anda pijak ini merupakan warisan kekaisaran dunia yang menjadi sumber segala Perdaban besar: Atlantis, tanah “surga” yang disebut-sebut oleh berbagai Tradisi Suci dunia.
Atlantis! Kata yang singkat namun membangkitkan perasaan yang mendalam pada sesuatu yang menakjubkan. Dampaknya lebih terasa dibanding mendengar istilah “The Lost World”. Namun apakah Atlantis hanya sekadar mitos? Sebuah dongeng moral? Kreasi Science Fiction? Atau pernah benar-benar ada dalam sejarah, yang entah bagaimana diangkat ke dunia nyata melalui pena ajaib Plato. Mungkin, sikap bersikeras Plato ini didasarkan atas fakta, yakni Atlantis merupakan sebuah realitas yang pernah ada, selanjutnya dilukiskan sebagai hal yang “tidak pernah dimiliki kaisar atau raja mana pun, dan tak pernah ada lagi.”
Setelah dua puluh lima abad sepeninggal Plato, ribuan buku tentang Atlantis tercipta, sayangnya perkara Atlantis masih jauh dari terselesaikan. Sampai akhirnya pada akhir abad 20 atau awal abad 21 seorang Geolog & Fisikawan Brasil Prof. Arysio Nunes dos Santos melakukan penelitian selama 30 tahun dan berhasil menyimpulkan melalui karyanya: ATLANTIS—The Lost Continent Finally Found; The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization,  bahwasanya Atlantis yang lenyap itu berada di Hindia Timur, lebih tepatnya Indonesia.
Atlantis (bahasa Yunani: τλαντς νσος, "pulau Atlas") adalah pulau legendaris yang pertama kali disebut oleh Plato dalam buku Timaeus dan Critias. Dalam catatannya, Plato menulis bahwa Atlantis terhampar "di seberang pilar-pilar Herkules", dan memiliki angkatan laut yang menaklukan Eropa Barat dan Afrika 9.000 tahun sebelum waktu Solon, atau sekitar tahun 9.500 SM. Setelah gagal menyerang Yunani, Atlantis tenggelam ke dalam samudra "hanya dalam waktu satu hari satu malam".
Atlantis umumnya dianggap sebagai mitos yang dibuat oleh Plato untuk mengilustrasikan teori politik. Meskipun fungsi cerita Atlantis terlihat jelas oleh kebanyakan ahli, mereka memperdebatkan apakah dan seberapa banyak catatan Plato diilhami oleh tradisi yang lebih tua. Beberapa ahli mengatakan bahwa Plato menggambarkan kejadian yang telah berlalu, seperti letusan Thera atau perang Troya, sementara lainnya menyatakan bahwa ia terinspirasi dari peristiwa kontemporer seperti hancurnya Helike tahun 373 SM atau gagalnya invasi Athena ke Sisilia tahun 415-413 SM.
Masyarakat sering membicarakan keberadaan Atlantis selama Era Klasik, namun umumnya tidak mempercayainya dan terkadang menjadikannya bahan lelucon. Kisah Atlantis kurang diketahui pada Abad Pertengahan, namun, pada era modern, cerita mengenai Atlantis ditemukan kembali. Deskripsi Plato menginspirasikan karya-karya penulis zaman Renaissance, seperti: New Atlantis karya Francis Bacon. Atlantis juga mempengaruhi literatur modern, dari fiksi ilmiah hingga buku komik dan film. Namanya telah menjadi pameo untuk semua peradaban prasejarah yang maju (dan hilang).
Kebenaran adanya bencana banjir—yang diidentifikasi secara benar sebagai bencana alam akhir Zaman Es Pleistosen, penanggalan, dan semuanya—diyakini merupakan penyebab runtuhnya peradaban Atlantis. Terbukti secara ilmiah, berakhirnya Zaman Es Pleistosen dipicu oleh serangkaian bencana yang menyebabkan thermal bumi naik secara drastis. Keadaan itu terjadi hanya jika kerak bumi ini mendadak menjadi panas, yaitu meletusnya gunung api secara dahsyat, gunung tersebut adalah Gunung Kratau (dan mungkin gunung-gunung lain disekitarnya). Letusan hebat ini kemudian membelah sebuah pulau menjadi dua, yang saat ini dikenal dengan sebutan Pulau Java dan Sumatera, dan selat Sunda yang memisahkan keduanya. Ledakan dahsyat ini juga dirujuk secara luas dalam mitos dan tradisi dunia tentang Banjir Bah, Atlantis, dan Surga, yang sebenarnya ternyata di wilayah yang sama. Bencana yang dahsyat ini juga diingat secara universal sebagai ledakan ledakan Gunung Atlas, Sinai, Zion, Alborj, Qâf, Golgota, meru, Mashu, dan sebagainya.
Ledakan Gunung Krakatau mengakibatkan tsunami raksasa, yang menyapu menenggelamkan dataran-dataran rendah Atlantis secara permanen, dan menyebabkan mereka menghilang di bawah air, memicu berakhirnya zaman es, dimana abunya menutupi gletser yang mempercepat penyerapan panas sinar matahari. Kemudian pada beberapa tahun terakhir yang lalu dapat kita saksikan bencana pada wilayah yang sama—wilayah atlantis pada masa lampau—yaitu serangkaian bencana Tsunami di Aceh, Gempa Bumi diberbagai wilayah di Indonesia, meletusnya Gunung Merapi di Jogja, Meluapnya lumpur bumi di Lapindo, dan masih banyak bencana di wilayah lain. Sejarah bencana tersebut berulang kembali meski dalam skala yang kecil.
Mesir, India , Indonesia, dan Asal-mula Legenda Atlantis
Plato mengakui bahwa dia mempelajari legenda Atlantis dari solon, yang pada gilirannya, mendapatkan cerita itu dari para pendeta Mesir. Tetapi, para pendeta mesir pada gilirannya mendapat cerita itu dari orang Hindu, yaitu di India dan Indonesia, tempat legenda yang bisa saja benar senyatanya terjadi.
Indonesia merupakan Punt yang merupakan Tanah Leluhur (Tower), “Pulau Api” tempat bangsa Mesir semula berasal. Bangsa itu terpaksa keluar karena bencana alam yang meluluhlantahkan tanah asal mereka. Namun diyakini bangsa ini tidak hanya berhijrah ke Mesir atau India saja, namun ke seluruh penjuru dunia untuk mencari tempat perlindungan atau singgah yang aman. Kemudian terciptalah mitos Gunung Suci, yaitu adalah Gunung Atlas. Di Mesir dilambangkan sebagai Gunung Suci yang dilambangkan dengan Piramida Besar. Mayat Osiris yang bersemayam di dalamnya merupakan perlambangan dari mayat atlantis yang sudah mati, atau mungkin banyaknya kematian di Atlantis. Begitu juga Wisnu yang berbaring di atas gulungan tubuh Ular Shesa. Dan juga Tlaloc, Atlas versi bangsa Aztec yang dianggap sebagai dewa kematian Atlantis. Dimanapun, hal semacam ini merupakan simbolisme Piramida atau bencana atas Gunung Suci, yaitu Gunung Krakatau.
Dari Atlantis jugalah, tersebar semua atau sebagian besar ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini: irigasi, budaya bercocok tanam, metarulgi, penjinakan binatang, pengembangan ternak, perkakas batu, astronomi, musik, agama, filsafat, abjad,  penemuan serat pakaian, pengesahan batu mulia dan sebagainya. Bahkan bahasa saat ini berasal dari sini. Bangsa Cina menegaskan bahwa, “ikan adalah satu-satunya makhluk yang akan paling akhir menyadari keberadaan air”. Demikian juga, tidaklah mengejutkan jika kita begitu tidak peduli pada realitas yang tak terlakkan dari Atlantis, surga yang Hilang, yang dibicarakan oleh semua Tradisi Suci. Tetapi Atlantis adalah semangat dan jiwa kita, Jiwa Dunia!
Bangsa Kita adalah Bangsa yang Besar
Cak Nun dalam diskusi (ma’iyah-an) seringkali menekankan kepada para audien agar bangga pada bangsa kita ini, beliau mengatakan bahwa, “BANGSA INI ADALAH BANGSA YANG BESAR!!!”. Bangsa yang memiliki keanekaragaman bahasa dan budaya yang tak ternilai harganya. Indonesia adalah miniatur peradaban dunia, segala warna kulit dapat kita saksikan ditanah ini, segala hal dapat kita peroleh di tanah ini, karena memang tanah ini adalah tanah “surga”, bukankah ranting dan batu bisa tumbuh yang selajutnya menjadi sumber makanan bagi para penghuni “surga” ini. Bangsa ini seringkali pernah berjaya, mulai dari Peradaban Atlantis  yang sangat terkenal di seluruh seantero jagad raya—meski faktanya masih menjadi perdebatan, Kerajaan Sriwijaya yang teritorialnya sampai ke negeri Cina, hingga Kerajaan majapahit yang mampu menyatukan nusantara bahkan sampai di negeri India. Betapa hebatnya peradaban pada masa lalu, yang seharusnya bisa menjadi spirit pergerakan kita untuk menegakkan kembali peradaban yang telah lama tertidur ini.
Jas Merah, seperti apa yang disampaikan Soekarno, “Jangan Pernah Melupakan Sejarah!”. Dengan membaca dan memahami sejarah, jiwa-jiwa nasionalisme atau Hubbul Wathon akan terus membara. Sehingga segenap jiwa—raga setiap penghuni “surga” ini akan tercurahkan secara murni pada bangsa ini, selanjutnya bangsa ini tidak akan dipandang remeh oleh bangsa lain. Kita sebagai orang pribumi jangan sampai terjebak pada pemahaman sempit yang menganggap bahwa ajaran kelompoknya paling benar, dan menganggap yang lain adalah keliru, (atau yang lebih ekstrim lagi, yang lain adalah kafir, sehingga halal untuk dibunuh). Hal-hal semacam inilah yang menimbulkan perpecahan diantara kita, dengan kata lain bangsa ini sakit dari dalam, sangat susah berkembangan jika kondisi seperti ini terus berlangsung.
Kata terakhir dari penulis, Mari kita buka pikiran kita, pahami masa lalu untuk masa depan yang jauh lebih baik! Hidup Indonesia!!! _xhr_ (Juli 2010)
-o0o-

...Jangan goyah! Percayalah teman, perang itu melawan diri sendiri. Selamat datang kemerdekaan! Jika kita mampu menahan diri...

KAMAPURA (PERWUJUDAN HASRAT)

Aku sedang dalam waktu yang penuh dengan hasrat
Kesabaranku sudah mencapai tengat
Kau memang candu, tak bisa ku menafikannya
Disamping tanur ini aku terbakar
Nafsuku menjadi liar
Equilibriumku sudah tak berimbang
Intrepetasi tanpa basis tiap detik tercipta, segalanya tentangmu
Kau begitu pandai mengendalikan segalanya
Membuatku menjadi gundah dengan ribuan tanda tanya


Khuraim Fatik
Jojakarta, 3 Juli 2010 17:00

Puzzle

Kemarin puzzle itu aku rangkai, hampir jadi
Kini puzzle itu berantakan

Kemarin aku berharap, nanti akan aku temukan gambar keindahan dari puzzle yang sudah hampir jadi itu
Kini aku berharap, nanti akan aku temukan keindahan dari puzzle yang rusak itu

Kemarin aku tertawa di sela-sela garis rangkaian puzzle yang hampir jadi itu
Kini aku terdiam mengenang garis-garis yang pernah aku buat di puzzle itu

Puzzleku hanya satu
Aku mencoba merangkai puzzle itu lagi
Tapi mungkin lusa rusak lagi
Dan aku rangkai lagi
Dan rusak lagi
Dan aku rangkai lagi

Khuraim Fatik
Bantul: Jogonandan 7 Juli 2010 00:30

Berkarya

Menyikapi berbagai permasalahan dalam hidupku ini, dari situlah saya merangkak untuk melakukan prubahan kecil. Mencoba untuk berkarya dan berekspresi, sehingga (semoga) hidupkan ini bisa menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain, terutama bagi Ibuku tercinta. Karena beliaulah saya masih bisa bernafas sampai saat ini, saya bisa memahami arti hidup ini, sebuah kehidupan yang sangat rumit untuk dijelaskan dengan teori apapun. Sebuah kehidupan yang kadang nampak sangat chaos, misterius, fantastis, dan sporadis. Namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari desain holistic yang sempurna.

Ilusi

Mungkin disini kita hanya terdampar di planet ini, di Bumi, pasrah saja jika harus musnah saat jatah waktu untuk kita sudah habis. Pun kita tak tahu kapan itu. Hidup seperti hal-hal lainnya adalah sebuah ilusi, persis seperti yang diajarkan oleh semua agama yang diantaranya secara terus-menerus diajarkan kepada kita melalui "mitos-mitosnya".

CIRRUS 2

Pagi ini aku tatap kembali langit-langit bumi.
Kusaksikan bayang-bayang cirrus.
Tidak jelas, hanya saja imajinasiku yang memberikan garis tepi pada cirrus.
Sehingga cirrus semakin jelas dalam sudut pandangku.
Sekali lagi aku gantungkan jutaan harapan-senyuman di kubu-kubu cirrus yang akan jatuh dibarat.

Yogyakarta: Ngentak Sapen, 29 Juni 2010 05:00 (Lanjutan dalam pengamatan cirrus dari tanah Jogja)

CIRRUS )*

Cirrus.
Ribuan mata menyaksikan cirrus.
Ribuan perspektif pemaknaan tercipta.

Cirrus.
Menjadi benang merah antra barat & timur.
Aku gantungkan harapan-senyuman pada setiap cirrus.
Yakin pada cirrus jatuh di ufuk barat.

Khuraim Fatik
Yogyakarta: Kopi Cangkir Cafe, 28 Juni 2009 22.00 (Saat menyaksikan langit dari tanah Jogja)

)* Cirrus menurut pemahaman saya,merupakan sebuah gumpalan awan yang membentuk guratan-guratan indah di langit-langit bumi, awan ini memiliki karakter yang sangat kentara, dengan garis tepi yang menyerupai bulu-bulu merpati putih yang indah, kemudian menghasilkan suatu nilai estetika yang begitu tinggi. Hampir setiap bangsa/ suku disemua peradaban dunia mempercayai cirrus sebagai pembawa kabar tentang gejala alam yang akan, sedang, sudah terjadi di bumi ini.

Wajahmu (Kitab Cinta Rumi)


Mungkin kau berencana pergi,
seperti ruh manusia
tinggalkan dunia membawa hampir semua
kemanisan diri bersamanya
Kau pelanai kudamu
Kau benar-benar harus pergi
Ingat kau punya teman disini yang setia
rumput dan langit
Pernahkah kukecewakan dirimu ?
Mungkin kau tengah marah
Tetapi ingatlah malam-malam
yang penuh percakapan,
karya-karya bagus,
melati-melati kuning di pinggir laut
Krinduan, ujar Jibril
biarlah demikian
Syam-i Tabriz,
Wajahmu adalah apa yang coba diingat-ingat lagi oleh setiap agama
Aku telah mendobrak kedalam kerinduan,
Penuh dengan nestapa yang telah kurasakan sebelumnya
tapi tiada semacam ini
Sang inti penuntun pada cinta
Jiwa membantu sumber ilham
Pegang erat sakit istimewamu ini
Ia juga bisa membawamu pada Tuhan
Tugasku adalah membawa cinta ini
sebagai pelipur untukmereka yang kangen kamu,
untuk pergi kemanapun kaumelangkah
dan menatap lumpur-lumpur
yang terinjak olehmu
muram cahaya mentari,
pucat dingding ini
Cinta menjauh
Cahayanya berubah
Ternyata ku perlu keanggunan
lebih dari yang kupikirkan

Hukum Transaksi via Elektronik


Berikut ini adalah salah satu keputusan bahtsul masil diniyah waqi'iyah pada muktamar ke-32 di Makassar, 23-28 Maret 2010. (red)

Kemajuan teknologi dan Informasi telah mengantarkan pada pola kehidupan umat manusia lebih mudah sehingga merubah pola sinteraksi antar anggota masyarakat. Pada era teknologi dan informasi ini, khususnya internet, seseorang dapat melakukan perubahan pola transaksi bisnis, baik berskala kecil mapun besar, yaitu perubahan dari paradigma bisnis konvensional menjadi paradigma bisnis elektronikal. Paradigma baru tersebut dikenal dengan istilaH Electronic Commerce, umumnya disingkat E-Commerce.

Kontrak elektronik adalah sebagai perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Maka jelas bahwa kontrak elektronikal tidak hanya dilakukan melalui internet semata, tetapi juga dapat dilakukan melalui medium faksimili, telegram, telex, internet, dan telepon. Kontrak elektronikal yang menggunakan media informasi dan komunikasi terkadang mengabaikan rukun jual-beli (ba’i), seperti shighat, ijab-qabul, dan syarat pembeli dan penjual yang harus cakap hukum. Bahkan dalam hal transaksi elektronikal ini belum diketahui tingkat keamanan proses transaksi, identifikasi pihak yang berkontrak, pembayaran dan ganti rugi akibat dari kerusakan. Bahkan akad nikah pun sekarang telah ada yang menggunakan fasilitas telepon atau Cybernet, seperti yang terjadi di Arab Saudi.

Pertanyaan:
1. Bagaimana hukum transaksi via elektronik, seperti media telepon, e-mail atau Cybernet dalam akad jual beli dan akad nikah?
2. Sahkah pelaksanaan akad jual-beli dan akad nikah yang berada di majlis terpisah?
3. Bagaimana hukum melakukan transaksi dengan cara pengiriman SMS dari calon pengantin pria berisi catatan pemberian kuasa hukum (wakalah) kepada seseorang yang hadir di majlis tersebut?

Jawaban:
1. Hukum akad jual beli melalui alat elektronik sah apabila sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat memenuhi mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya.

Sedangkan hukum pelaksanaan akad nikah melalui alat elektronik tidak sah, karena: (a) kedua saksi tidak melihat dan mendengar secara langsung pelaksanaan akad; (b) saksi tidak hadir di majlis akad; (c) di dalam akad nikah disyaratkan lafal yang sharih (jelas) sedangkan akad melalui alat elektronik tergolong kinayah (samar).

2. Pelaksanaan akad jual-beli meskipun di majlis terpisah tetap sah, sedangkan pelaksanaan akad nikah pelaksanaan akad jual-beli dan akad nikah yang berada di majlis terpisah di majlis terpisah tidak sah.

3. Hukum melakukan akad/transaksi dengan cara pengiriman SMS dari calon pengantin pria berisi catatan wakalah (pemberian kuasa hukum) kepada seseorang yang hadir di majlis tersebut hukumnya sah dengan syarat aman dan sesuai dengan nafsul-amri (sesuai dengan kenyataan).

Pengambilan dalil dari:
1. Nihayatul Muhtaj, Juz 11, hal. 285 (dalam maktabah syamilah)
2. Al-Majmu’, Juz 9, hal. 288.
3. Hasyiyatul Bujairimi ‘alal Manhaj, Juz 11, hal. 476.
4. Hasyiyatul Bujairimi ‘alal Khatib, Juz 2, hal. 403.
5. I’anahtuth Thalibin, Juz 3, hal. 9. Dll.

from: http://www.nu.or.id/

Bandeng; Sebuah Curahan Hati


Pagi itu matahari begitu indah sehingga warna kuningnya menjadikan kota ini menjadi semakin indah, dihiasi guratan kuning yang menyerupai emas, membuat setiap insan yang melihat berdecak kagum pada Sang Rabb semesta alam.

Dipagi yang cerah ini masih saja bayangmu bersemayam di sudut otakku. Kadang aku heran, bagaimana bisa bayangmu tak mau beranjak dari pikiranku, walau hanya sedetik. Sehingga saat ini bayangan itu menjadi sangat berarti bagiku, bahkan bisa dikatakan sebagai sebagian dari yawaku, entah akan terjadi hal yang seperti apa jika bayang itu beranjak dari pikiran dan hatiku, mungkin saja aku akan sesak napas, lalu mati, atau mungkin saja tidak. Entahlah aku juga tak tau jawabannya, biarkan waktu yang akan menjawab.

Perut ini terasa sangat melilit, seperti hari biasa aku pergi kesebuah kedai, tanpa basi-basi aku memesan Nasi bandeng dan Es Teh. Aku duduk di pojok kedai ini, dan aku masih berpikir tentang sosok yag tadi, aku berfantasi, jika saja pagi ini aku makan bersamanya, pastilah pagi ini akan menjadi lebih indah. Bahkan lebih indah daripada guratan kuning yang tergantung di atas langit sana.

Bandeng ini terasa sangat nikmat, hati-hati aku memilih daging, agar tulang-tulang itu tidak menusuk kerongkongan dan mulutku. Saat ini bayangan ini masih di otakku, menghiasi detik demi detik kehidupanku. Sungguh indah. Tersentak diriku oleh sebuah tulang tajam menusuk kerongkonganku. Sakit sekali, sehingga membuyarkan pikiranku, bayangn itu tak mau beranjak dari otakku, namun ada hal yang lebih penting dipikirkan daripada bayangan itu. Tentang bagaimana mengeluarkan tulang itu dari kerongkonganku.

Tulang itu dengan sangat pas tertancap di belakang amandelku, sungguh menyakitkan. Saat itu aku lihat seorang lelaki tua tertawa karena bercanda dengan lonthe kacangan kota ini, di sudut lain nampak sekelompok anak kecil terbahak-bahak karena bermain kartu Domino. Ingin aku pukul mereka, mereka tak bisa merasakan penderitaanku ini. Harusnya mereka bersyukur karena tidak merasakan betapa sakitnya kerongkongan ketika ditusuk tulang.

Aku berpikir bagaimana caranya tulang itu bisa keluar dari kerongkonganku. Bahkan ketika aku diberi pilihan, antara sosok orang itu atau tulang bandeng itu bisa keluar dari kerongkonganku. Jujur saat itu aku tidak bisa menjawabnya. Karena kedua hal itu sangat berpengaruh bagiku. Diantara dua hal yang bisa mempengaruhi nyawaku. Tulang yang menancap itu telah membuat napasku tersengal-sengal, demikian juga halnya jika sosok orang itu pergi dari kehidupanku. Entahlah…

Sekian lama aku berusaha mengeluarkan tulang bandeng itu, minum air sebanyak mungkin, makan pisang, makan segumpal nasi, apapun aku makan agar tulang itu mau beranjak dari kerongkonganku. Sampai pada akhirnya, dengan kuasa tuhan mungkin, tulang itu hanyut bersamaan dengan secuil roti yang diberi lelaki yang tua yang selalu bercanda sua bersama lonthe kacangan kot ini.

Sungguh lega, akhirnya aku bisa bernafas dengan bebas, memang pada dasarnya manusia itu bebas, sehingga dia bisa bernafas dengan lega. Kini aku harus lebih berhati-hati, yang ternyata penderitaan itu bisa datang kapan saja, bahkan bisa datang dari suatu kenikmatan-daging bandeng.

Hukum Menggerak-gerakkan Jari dalam Shalat

Jika kita perhatikan, saat duduk tasyahhud dalam shalat memang tidak semua orang menggerakkan jari telunjuk dengan cara yang sama. Ini semata-mata karena perbedaan ulama dalam memahami hadits. Perbedaan ini terjadi sejak zaman tabi’in dan ulama mazhab. Perbedaan ini tidak menyebabkan tidak sahnya shalat dan tidak pula menyebabkan kesesatan, karena perbedaannya dalam hal furu’iyah yang masing-masing mempunyai dalil hadits Rasulullah SAW.

Adapun hadits yang dipahami berbeda-beda oleh ulama adalah hadits Rasulullah saw.:

عن ابن عمر رضي الله عنهما: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم اِذَاَ قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ اليُسْرَى عَلىَ رُكْبَتِهِ وَاليُمْنَى عَلىَ اليُمْنىَ, وَعَقَدَ ثَلاَثاً وَخَمْسِيْنَ وَأَشَارَ بِإِصْبِعِهِ السَّباَبَةِ --رواه مسلم

Dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW jika duduk untuk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan tangan kanannya di atas lutut kanannya dan membentuk angka “lima puluh tiga”, dan memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuknya” (HR Muslim).

Yang dimaksud dengan “membentuk angka lima puluh tiga” ialah suatu isyarah dari cara menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah disebut angka tiga, dan menjadikan ibu jari berada di atas jari tengah dan di bawah jari telunjuk.

Adapun penyebab terjadinya perbedaan ulama tentang cara isyarah dengan jari telunjuk saat tasyahhud apakah digerakkan atau diam saja dan kapan waktunya adalah karena ada hadits yang sama denga di atas dengan tambahan teks (matan) dari riwayat lain, yaitu hadits yang diceritakan dari Sahabat Wail RA:

ثُمَّ رَفَعَ اصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهاَ يَدْعُوْ --رواه أحمد

”..... Kemudian beliau mengangkat jarinya sehingga aku melihatnya beliau menggerak-gerakkanya sambil membaca doa.” (HR: Ahmad).

Sedangkan hadits yang diriwayatk dari Ibn Zubair RA:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كاَنَ يَشِيْرُ بِإِصْبِعِهِ إِذَاَ دَعَا لاَ يُحَرِّكُهَا --رواه أبو داود والنسائي

“Bahwa Nabi SAW memberi isyarat (menunjuk) dengan jarinya jika dia berdoa dan tidak menggerakkannya. (HR Abu Daud dan Al Nasai)

Dari Hadits tersebut Imam Mazhab fiqh sepakat bahwa meletakkan dua tangan di atas kedua lutut pada saat tasyahhud hukumnya adalah sunnah. Namun juga para imam mazhab berbeda pendapat dalam hal menggenggam jari-jari dan berisyarat dengan jari telunjuk (Alawi Abbas al Maliki, Ibanahtul Ahkam, Syarh Bulughul Maram, Indonesia: al Haramain, Juz 1, h. 435-437. Dan lihat pula Al Juzayri, Kitab al-Fiqh ‘Ala Madzahibil Arba’ah, Beirut: Darul Fikr, 1424 H. Juz 1, h. 227-228).

1. Menurut ulama mazhab Hanafi, mengangkat jari telunjuk dilakukan pada saat membaca lafadz “Laa Ilaaha”, kemudian meletakkannya kembali pada saat membaca lafadz “illallah” untuk menunjukan bahwa mengakat jari telunjuk itu menegaskan tidak ada Tuhan dan meletakkan jari telunjuk itu menetapkan ke-Esa-an Allah. Artinya, mengangkat jari artinya tidak ada Tuhan yang berhak disembah dan meletakkan jari telunjuk untuk menetapkan ke-Esa-an Allah.

2. Menurut ulama mazhab Maliki, pada saat Tasyahhud tangan kanan semua jari digenggam kecuali jari telunjuk dan ibu jari di bawahnya lepas. kemudian menggerak-gerakkan secara seimbang jari telunjuk ke kanan dan ke kiri

3. Menurut ulama mazhab Syafi’i, mengenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah. Kemudian memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk sekali saja saat kalimat “illallah” (الا الله) diucapkan:

4.Menurut mazhab Hambali, mengenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah dengan ibu jari. kemudian memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk saat kalimat “Allah” ( الله) diucapkan ketika tasyahhud dan doa

5. Pendapat Syeikh Al-Albani. (Lihat kitab Sifat Shalat Nabi halaman 140). bahwa menggerakkan jari dilakukan sepanjang membaca lafadz Tasyahhud.
Imam al-Baihaqi menyatakan:

وَقَالَ البَيْهَقِيْ: يَحْتملُ أَنْ يَكُوْنَ مُرَادُهُ بِالتَحْرِيْكِ الإِشَارَةُ حَتَّى لاَيُعَارِضَ حَدِيْثَ ابْنِ الزُبَيْر

Kemungkinan maksud hadits yang menyatakan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan saat tasyahhud adalah isyarat (menunjuk), bukan mengulang-ulang gerakkannya, agar tidak bertentangan dengan hadits Ibnu Zubair yang menyatakan tidak digerakkannya jari telunjuk tersebut. Hikmah memberi isyarah dengan satu jari telunjuk ialah untuk menunjukkan ke-Esa-an Allah dan karena jari telunjuk yang menyambung ke hati sehingga lebih mendatangkan kekhusyu’an.

H M. Cholil Nafis
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU

from: http://www.nu.or.id/

Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma'na Bid’ah

Peryataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah amalan bid'ah adalah peryataan sangat tidak tepat, karena bid'ah adalah sesuatu yang baru atau diada-adakan dalam Islam yang tidak ada landasan sama sekali dari dari Al-Qur'an dan as-Sunah. Adapun maulid walaupun suatu yang baru di dalam Islam akan tetapi memiliki landasan dari Al-Qur'an dan as-Sunah.

Pada maulid Nabi di dalamya banyak sekali nilai ketaatan, seperti: sikap syukur, membaca dan mendengarkan bacaan Al-Quran, bersodaqoh, mendengarkan mauidhoh hasanah atau menuntut ilmu, mendengarkan kembali sejarah dan keteladanan Nabi, dan membaca sholawat yang kesemuanya telah dimaklumi bersama bahwa hal tersebut sangat dianjurkan oleh agama dan ada dalilnya di dalam Al-Qur'an dan as-Sunah.

Pengukhususan Waktu

Ada yang menyatakan bahwa menjadikan maulid dikatakan bid'ah adalah adanya pengkhususan (takhsis) dalam pelakanaan di dalam waktu tertentu, yaitu bulan Rabiul Awal yang hal itu tidak dikhususkan oleh syariat. Pernyataan ini sebenarnaya perlu di tinjau kembali, karena takhsis yang dilarang di dalam Islam ialah takhsis dengan cara meyakini atau menetapkan hukum suatu amal bahwa amal tersebut tidak boleh diamalkan kecuali hari-hari khusus dan pengkhususan tersebut tidak ada landasan dari syar'i sendiri(Dr Alawy bin Shihab, Intabih Dinuka fi Khotir: hal.27).

Hal ini berbeda dengan penempatan waktu perayaan maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal, karena orang yang melaksanakan maulid Nabi sama sekali tidak meyakini, apalagi menetapkan hukum bahwa maulid Nabi tidak boleh dilakukan kecuali bulan Robiul Awal, maulid Nabi bisa diadakan kapan saja, dengan bentuk acara yang berbeda selama ada nilai ketaatan dan tidak bercampur dengan maksiat.

Pengkhususan waktu maulid disini bukan kategori takhsis yang di larang syar'i tersebut, akan tetapi masuk kategori tartib (penertiban).

Pengkhususan waktu tertentu dalam beramal sholihah adalah diperbolehkan, Nabi Muhammad sendiri mengkhusukan hari tertentu untuk beribadah dan berziaroh ke masjid kuba, seperti diriwatkan Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad mendatangi masjid Kuba setiap hari Sabtu dengan jalan kaki atau dengan kendaraan dan sholat sholat dua rekaat di sana (HR Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar mengomentari hadis ini mengatakan: "Bahwa hadis ini disertai banyaknya riwayatnya menunjukan diperbolehkan mengkhususan sebagian hari-hari tertentu dengan amal-amal salihah dan dilakukan terus-menerus".(Fathul Bari 3: hal. 84)

Imam Nawawi juga berkata senada di dalam kitab Syarah Sahih Muslim. Para sahabat Anshor juga menghususkan waktu tertentu untuk berkumpul untuk bersama-sama mengingat nikmat Allah,( yaitu datangnya Nabi SAW) pada hari Jumat atau mereka menyebutnya Yaumul 'Urubah dan direstui Nabi.

Jadi dapat difahami, bahwa pengkhususan dalam jadwal Maulid, Isro' Mi'roj dan yang lainya hanyalah untuk penertiban acara-acara dengan memanfaatkan momen yang sesui, tanpa ada keyakinan apapun, hal ini seperti halnya penertiban atau pengkhususan waktu sekolah, penghususan kelas dan tingkatan sekolah yang kesemuanya tidak pernah dikhususkan oleh syariat, tapi hal ini diperbolehkan untuk ketertiban, dan umumnya tabiat manusia apabila kegiatan tidak terjadwal maka kegiatan tersebut akan mudah diremehkan dan akhirnya dilupakan atau ditinggalkan.

Acara maulid di luar bulan Rabiul Awal sebenarnya telah ada dari dahulu, seperti acara pembacaan kitab Dibagh wal Barjanji atau kitab-kitab yang berisi sholawat-sholawat yang lain yang diadakan satu minggu sekali di desa-desa dan pesantren, hal itu sebenarnya adalah kategori maulid, walaupun di Indonesia masyarakat tidak menyebutnya dengan maulid, dan jika kita berkeliling di negara-negara Islam maka kita akan menemukan bentuk acara dan waktu yang berbeda-beda dalam acara maulid Nabi, karena ekpresi syukur tidak hanya dalam satu waktu tapi harus terus menerus dan dapat berganti-ganti cara, selama ada nilai ketaatan dan tidak dengan jalan maksiat.

Semisal di Yaman, maulid diadakan setiap malam jumat yang berisi bacaan sholawat-sholawat Nabi dan ceramah agama dari para ulama untuk selalu meneladani Nabi. Penjadwalan maulid di bulan Rabiul Awal hanyalah murni budaya manusia, tidak ada kaitanya dengan syariat dan barang siapa yang meyakini bahwa acara maulid tidak boleh diadakan oleh syariat selain bulan Rabiul Awal maka kami sepakat keyakinan ini adalah bid'ah dholalah.

Tak Pernah Dilakukan Zaman Nabi dan Sohabat

Di antara orang yang mengatakan maulid adalah bid'ah adalah karena acara maulid tidak pernah ada di zaman Nabi, sahabat atau kurun salaf. Pendapat ini muncul dari orang yang tidak faham bagaimana cara mengeluarkan hukum(istimbat) dari Al-Quran dan as-Sunah. Sesuatu yang tidak dilakukan Nabi atau Sahabat –dalam term ulama usul fiqih disebut at-tark – dan tidak ada keterangan apakah hal tersebut diperintah atau dilarang maka menurut ulama ushul fiqih hal tersebut tidak bisa dijadikan dalil, baik untuk melarang atau mewajibkan.

Sebagaimana diketahui pengertian as-Sunah adalah perkatakaan, perbuatan dan persetujuan beliau. Adapun at-tark tidak masuk di dalamnya. Sesuatu yang ditinggalkan Nabi atau sohabat mempunyai banyak kemungkinan, sehingga tidak bisa langsung diputuskan hal itu adalah haram atau wajib. Disini akan saya sebutkan alasan-alasan kenapa Nabi meninggalkan sesuatu:

1. Nabi meniggalkan sesuatu karena hal tersebut sudah masuk di dalam ayat atau hadis yang maknanya umum, seperti sudah masuk dalam makna ayat: "Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.''(QS Al-Haj: 77). Kebajikan maknanya adalah umum dan Nabi tidak menjelaskan semua secara rinci.

2. Nabi meninggalkan sesutu karena takut jika hal itu belai lakukan akan dikira umatnya bahwa hal itu adalah wajib dan akan memberatkan umatnya, seperti Nabi meninggalkan sholat tarawih berjamaah bersama sahabat karena khawatir akan dikira sholat terawih adalah wajib.

3. Nabi meninggalkan sesuatu karena takut akan merubah perasaan sahabat, seperti apa yang beliau katakan pada siti Aisyah: "Seaindainya bukan karena kaummu baru masuk Islam sungguh akan aku robohkan Ka'bah dan kemudian saya bangun kembali dengan asas Ibrahim as. Sungguh Quraiys telah membuat bangunan ka'bah menjadi pendek." (HR. Bukhori dan Muslim) Nabi meninggalkan untuk merekontrusi ka'bah karena menjaga hati mualaf ahli Mekah agar tidak terganggu.

4. Nabi meninggalkan sesuatu karena telah menjadi adatnya, seperti di dalam hadis: Nabi disuguhi biawak panggang kemudian Nabi mengulurkan tangannya untuk memakannya, maka ada yang berkata: "itu biawak!", maka Nabi menarik tangannya kembali, dan beliu ditanya: "apakah biawak itu haram? Nabi menjawab: "Tidak, saya belum pernah menemukannya di bumi kaumku, saya merasa jijik!" (QS. Bukhori dan Muslim) hadis ini menunjukan bahwa apa yang ditinggalkan Nabi setelah sebelumnya beliu terima hal itu tidak berarti hal itu adalah haram atau dilarang.

5. Nabi atau sahabat meninggalkan sesuatu karena melakukan yang lebih afdhol. Dan adanya yang lebih utama tidak menunjukan yang diutamai (mafdhul) adalah haram.dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain (untuk lebih luas lih. Syekh Abdullah al Ghomariy. Husnu Tafahum wad Dark limasalatit tark)

Dan Nabi bersabda:" Apa yang dihalalakan Allah di dalam kitab-Nya maka itu adalah halal, dan apa yang diharamkan adalah haram dan apa yang didiamkan maka itu adalah ampunan maka terimalah dari Allah ampunan-Nya dan Allah tidak pernah melupakan sesuatu, kemudian Nabi membaca:" dan tidaklah Tuhanmu lupa".(HR. Abu Dawud, Bazar dll.) dan Nabi juga bersabda: "Sesungguhnya Allah menetapkan kewajiban maka jangan enkau sia-siakan dan menetapkan batasan-batasan maka jangan kau melewatinya dan mengharamkan sesuatu maka jangan kau melanggarnya, dan dia mendiamkan sesuatu karena untuk menjadi rahmat bagi kamu tanpa melupakannya maka janganlah membahasnya".(HR.Daruqutnhi)

Dan Allah berfirman:"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."(QS.Al Hasr:7) dan Allah tidak berfirman dan apa yang ditinggalknya maka tinggalkanlah.

Maka dapat disimpulkan bahwa "at-Tark" tidak memberi faidah hukum haram, dan alasan pengharaman maulid dengan alasan karena tidak dilakukan Nabi dan sahabat sama dengan berdalil dengan sesuatu yang tidak bisa dijadikan dalil!

Imam Suyuti menjawab peryataan orang yang mengatakan: "Saya tidak tahu bahwa maulid ada asalnya di Kitab dan Sunah" dengan jawaban: "Tidak mengetahui dalil bukan berarti dalil itu tidak ada", peryataannya Imam Suyutiy ini didasarkan karena beliau sendiri dan Ibnu Hajar al-Asqolaniy telah mampu mengeluarkan dalil-dalil maulid dari as-Sunah. (Syekh Ali Jum'ah. Al-Bayanul Qowim, hal.28)

Zarnuzi Ghufron
Ketua LMI-PCINU Yaman dan sekarang sedang belajar di Fakultas Syariah wal Qonun Univ Al-Ahgoff, Hadramaut, Yaman

Faforit

Jam

Copyright © Aufklarung
Design by xhrftk & xhr-production