INDONESIA; PERADABAN ATLANTIS YANG TELAH HILANG


Sebuah pemukiman indah di permukaan samudra.
Semoga rajanya bersuka ria dan menikmati pesta-pesta agung.
Hingga suatu waktu ketika laut berubah garang dan liar... Ombak tiba-tiba menyapu seluruh daratan...
Pemukiman indah, penuh manusia, berubah menjadi danau.  
Sebuah benteng  yang tak dapat direbut, dikelilingi oleh laut.
~ Taliesin, Poem 21 ~
Mungkinkah pernah terbesit dalam pikiran Anda bahwa Tanah yang anda pijak ini merupakan warisan kekaisaran dunia yang menjadi sumber segala Perdaban besar: Atlantis, tanah “surga” yang disebut-sebut oleh berbagai Tradisi Suci dunia.
Atlantis! Kata yang singkat namun membangkitkan perasaan yang mendalam pada sesuatu yang menakjubkan. Dampaknya lebih terasa dibanding mendengar istilah “The Lost World”. Namun apakah Atlantis hanya sekadar mitos? Sebuah dongeng moral? Kreasi Science Fiction? Atau pernah benar-benar ada dalam sejarah, yang entah bagaimana diangkat ke dunia nyata melalui pena ajaib Plato. Mungkin, sikap bersikeras Plato ini didasarkan atas fakta, yakni Atlantis merupakan sebuah realitas yang pernah ada, selanjutnya dilukiskan sebagai hal yang “tidak pernah dimiliki kaisar atau raja mana pun, dan tak pernah ada lagi.”
Setelah dua puluh lima abad sepeninggal Plato, ribuan buku tentang Atlantis tercipta, sayangnya perkara Atlantis masih jauh dari terselesaikan. Sampai akhirnya pada akhir abad 20 atau awal abad 21 seorang Geolog & Fisikawan Brasil Prof. Arysio Nunes dos Santos melakukan penelitian selama 30 tahun dan berhasil menyimpulkan melalui karyanya: ATLANTIS—The Lost Continent Finally Found; The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization,  bahwasanya Atlantis yang lenyap itu berada di Hindia Timur, lebih tepatnya Indonesia.
Atlantis (bahasa Yunani: τλαντς νσος, "pulau Atlas") adalah pulau legendaris yang pertama kali disebut oleh Plato dalam buku Timaeus dan Critias. Dalam catatannya, Plato menulis bahwa Atlantis terhampar "di seberang pilar-pilar Herkules", dan memiliki angkatan laut yang menaklukan Eropa Barat dan Afrika 9.000 tahun sebelum waktu Solon, atau sekitar tahun 9.500 SM. Setelah gagal menyerang Yunani, Atlantis tenggelam ke dalam samudra "hanya dalam waktu satu hari satu malam".
Atlantis umumnya dianggap sebagai mitos yang dibuat oleh Plato untuk mengilustrasikan teori politik. Meskipun fungsi cerita Atlantis terlihat jelas oleh kebanyakan ahli, mereka memperdebatkan apakah dan seberapa banyak catatan Plato diilhami oleh tradisi yang lebih tua. Beberapa ahli mengatakan bahwa Plato menggambarkan kejadian yang telah berlalu, seperti letusan Thera atau perang Troya, sementara lainnya menyatakan bahwa ia terinspirasi dari peristiwa kontemporer seperti hancurnya Helike tahun 373 SM atau gagalnya invasi Athena ke Sisilia tahun 415-413 SM.
Masyarakat sering membicarakan keberadaan Atlantis selama Era Klasik, namun umumnya tidak mempercayainya dan terkadang menjadikannya bahan lelucon. Kisah Atlantis kurang diketahui pada Abad Pertengahan, namun, pada era modern, cerita mengenai Atlantis ditemukan kembali. Deskripsi Plato menginspirasikan karya-karya penulis zaman Renaissance, seperti: New Atlantis karya Francis Bacon. Atlantis juga mempengaruhi literatur modern, dari fiksi ilmiah hingga buku komik dan film. Namanya telah menjadi pameo untuk semua peradaban prasejarah yang maju (dan hilang).
Kebenaran adanya bencana banjir—yang diidentifikasi secara benar sebagai bencana alam akhir Zaman Es Pleistosen, penanggalan, dan semuanya—diyakini merupakan penyebab runtuhnya peradaban Atlantis. Terbukti secara ilmiah, berakhirnya Zaman Es Pleistosen dipicu oleh serangkaian bencana yang menyebabkan thermal bumi naik secara drastis. Keadaan itu terjadi hanya jika kerak bumi ini mendadak menjadi panas, yaitu meletusnya gunung api secara dahsyat, gunung tersebut adalah Gunung Kratau (dan mungkin gunung-gunung lain disekitarnya). Letusan hebat ini kemudian membelah sebuah pulau menjadi dua, yang saat ini dikenal dengan sebutan Pulau Java dan Sumatera, dan selat Sunda yang memisahkan keduanya. Ledakan dahsyat ini juga dirujuk secara luas dalam mitos dan tradisi dunia tentang Banjir Bah, Atlantis, dan Surga, yang sebenarnya ternyata di wilayah yang sama. Bencana yang dahsyat ini juga diingat secara universal sebagai ledakan ledakan Gunung Atlas, Sinai, Zion, Alborj, Qâf, Golgota, meru, Mashu, dan sebagainya.
Ledakan Gunung Krakatau mengakibatkan tsunami raksasa, yang menyapu menenggelamkan dataran-dataran rendah Atlantis secara permanen, dan menyebabkan mereka menghilang di bawah air, memicu berakhirnya zaman es, dimana abunya menutupi gletser yang mempercepat penyerapan panas sinar matahari. Kemudian pada beberapa tahun terakhir yang lalu dapat kita saksikan bencana pada wilayah yang sama—wilayah atlantis pada masa lampau—yaitu serangkaian bencana Tsunami di Aceh, Gempa Bumi diberbagai wilayah di Indonesia, meletusnya Gunung Merapi di Jogja, Meluapnya lumpur bumi di Lapindo, dan masih banyak bencana di wilayah lain. Sejarah bencana tersebut berulang kembali meski dalam skala yang kecil.
Mesir, India , Indonesia, dan Asal-mula Legenda Atlantis
Plato mengakui bahwa dia mempelajari legenda Atlantis dari solon, yang pada gilirannya, mendapatkan cerita itu dari para pendeta Mesir. Tetapi, para pendeta mesir pada gilirannya mendapat cerita itu dari orang Hindu, yaitu di India dan Indonesia, tempat legenda yang bisa saja benar senyatanya terjadi.
Indonesia merupakan Punt yang merupakan Tanah Leluhur (Tower), “Pulau Api” tempat bangsa Mesir semula berasal. Bangsa itu terpaksa keluar karena bencana alam yang meluluhlantahkan tanah asal mereka. Namun diyakini bangsa ini tidak hanya berhijrah ke Mesir atau India saja, namun ke seluruh penjuru dunia untuk mencari tempat perlindungan atau singgah yang aman. Kemudian terciptalah mitos Gunung Suci, yaitu adalah Gunung Atlas. Di Mesir dilambangkan sebagai Gunung Suci yang dilambangkan dengan Piramida Besar. Mayat Osiris yang bersemayam di dalamnya merupakan perlambangan dari mayat atlantis yang sudah mati, atau mungkin banyaknya kematian di Atlantis. Begitu juga Wisnu yang berbaring di atas gulungan tubuh Ular Shesa. Dan juga Tlaloc, Atlas versi bangsa Aztec yang dianggap sebagai dewa kematian Atlantis. Dimanapun, hal semacam ini merupakan simbolisme Piramida atau bencana atas Gunung Suci, yaitu Gunung Krakatau.
Dari Atlantis jugalah, tersebar semua atau sebagian besar ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini: irigasi, budaya bercocok tanam, metarulgi, penjinakan binatang, pengembangan ternak, perkakas batu, astronomi, musik, agama, filsafat, abjad,  penemuan serat pakaian, pengesahan batu mulia dan sebagainya. Bahkan bahasa saat ini berasal dari sini. Bangsa Cina menegaskan bahwa, “ikan adalah satu-satunya makhluk yang akan paling akhir menyadari keberadaan air”. Demikian juga, tidaklah mengejutkan jika kita begitu tidak peduli pada realitas yang tak terlakkan dari Atlantis, surga yang Hilang, yang dibicarakan oleh semua Tradisi Suci. Tetapi Atlantis adalah semangat dan jiwa kita, Jiwa Dunia!
Bangsa Kita adalah Bangsa yang Besar
Cak Nun dalam diskusi (ma’iyah-an) seringkali menekankan kepada para audien agar bangga pada bangsa kita ini, beliau mengatakan bahwa, “BANGSA INI ADALAH BANGSA YANG BESAR!!!”. Bangsa yang memiliki keanekaragaman bahasa dan budaya yang tak ternilai harganya. Indonesia adalah miniatur peradaban dunia, segala warna kulit dapat kita saksikan ditanah ini, segala hal dapat kita peroleh di tanah ini, karena memang tanah ini adalah tanah “surga”, bukankah ranting dan batu bisa tumbuh yang selajutnya menjadi sumber makanan bagi para penghuni “surga” ini. Bangsa ini seringkali pernah berjaya, mulai dari Peradaban Atlantis  yang sangat terkenal di seluruh seantero jagad raya—meski faktanya masih menjadi perdebatan, Kerajaan Sriwijaya yang teritorialnya sampai ke negeri Cina, hingga Kerajaan majapahit yang mampu menyatukan nusantara bahkan sampai di negeri India. Betapa hebatnya peradaban pada masa lalu, yang seharusnya bisa menjadi spirit pergerakan kita untuk menegakkan kembali peradaban yang telah lama tertidur ini.
Jas Merah, seperti apa yang disampaikan Soekarno, “Jangan Pernah Melupakan Sejarah!”. Dengan membaca dan memahami sejarah, jiwa-jiwa nasionalisme atau Hubbul Wathon akan terus membara. Sehingga segenap jiwa—raga setiap penghuni “surga” ini akan tercurahkan secara murni pada bangsa ini, selanjutnya bangsa ini tidak akan dipandang remeh oleh bangsa lain. Kita sebagai orang pribumi jangan sampai terjebak pada pemahaman sempit yang menganggap bahwa ajaran kelompoknya paling benar, dan menganggap yang lain adalah keliru, (atau yang lebih ekstrim lagi, yang lain adalah kafir, sehingga halal untuk dibunuh). Hal-hal semacam inilah yang menimbulkan perpecahan diantara kita, dengan kata lain bangsa ini sakit dari dalam, sangat susah berkembangan jika kondisi seperti ini terus berlangsung.
Kata terakhir dari penulis, Mari kita buka pikiran kita, pahami masa lalu untuk masa depan yang jauh lebih baik! Hidup Indonesia!!! _xhr_ (Juli 2010)
-o0o-

...Jangan goyah! Percayalah teman, perang itu melawan diri sendiri. Selamat datang kemerdekaan! Jika kita mampu menahan diri...

0 Komentar:

Faforit

Jam

Copyright © Aufklarung
Design by xhrftk & xhr-production