Suatu hari ada yang menekan Iman

*Oleh: Khuraim Fatik (Agustus 2010)
  
Suatu senja di pemukiman kumuh Kota B ketika matahari seolah enggan membenamkan dirinya di ufuk barat, jumat wage bulan ruwah.  Seorang kakek berpenampilan seperti kyai (atau memang sebenarnya dia kyai, entahlah)  menyandarkan pantat tepos-nya pada sebuah kursi rotan reyot berwarna kusam dihiasi sarang laba-laba, mulut dengan gigi tonggosnya terus bergetar sekaligus komat-kamit berirama dengan gerakan tangan memutar tasbih berwarna hijau (yang jika diletakkan di kegelapan akan menyala). Kakek berusaha sekuat tenaga mengendalikan diri dan kemudian melawan. Ada dua jenis perlawanan, yaitu: Dia harus melawan tekanan darah yang setiap saat bisa naik beberapa derajat, dan sekaligus dia harus melawan tamu tak diundang, seorang pemuda yang sama sekali tidak dia kenal, laring dan mulut pemuda itu seringkali mengeluarkan suara-suara tajam yang kemudian ditangkap dan menusuk gendang telinga kakek, selanjutnya suara tadi diproses di otak sehingga menjadi pemicu tekanan darah kakek naik beberapa derajat.
Disamping kanan kakek renta itu berdiri seorang perempuan berparas cantik, balutan kain berwarna orange yang menutupi rambutnya menempel sempurna, sehingga memperjelas karakteristik wajah berbentuk oval dengan dua kornea mata besar yang berkolaborasi dengan hidung mancung dan bibir merah mungil secara presisi, perfect. Jika disaksikan secara cermat, antara wajah perempuan dan kakek diatas, maka akan dapat kita peroleh sedikit gambaran antara surga dan neraka.
“Kafir!!!” Untuk kesekian kali suara tak mengenakkan seperti ini keluar dari mulut pemuda itu, suaranya jelek mirip tokoh kartun squidwort dalam film Spongebob Squarepants. “Kafir! Sampean kafir!”
Hati kakek berdesir tajam, tekanan darah kini naik beberapa derajat lebih tinggi. Sejenak dia menjadi patung, tasbih tidak lagi berputar mengelilingi jari-jarinya. Sekuat tenaga dia mengendalikan diri dan kemudian bangkit dari duduknya, nampak sekali kedua kakinya bergetar sangat cepat (jawa: ndredeg) seperti anak kecil menahan pipis, namun kakek itu duduk lagi karena memang kakinya tak kuat lagi menopang tubuhnya untuk berdiri.
“Ma, maaf jenengan pengennya apa?” Terbata-bata kakek renta bertanya.
Pertanyaan itu tak segera dijawab, pemuda itu sedang menyibukkan diri mengobrak-abrik buku, sok-sokan seperti mencari sesuatu di rak buku yang didalamnya terdapat kitab-kitab bertuliskan huruf-huruf arab yang sama sekali tidak bisa dipahami oleh pemuda  berjubah putih itu.
“Saya tidak ingin apa-apa, saya juga tidak menginginkan cucumu yang cantik itu, tapi kalau dia mau dengan saya, akan saya terima.”  Balas seorang pemuda berjidat kehitam-hitaman (tak tahu kenapa kok bisa hitam? Nampaknya seperti gawan bayi), “Disini saya hanya menegakkan hukum Allah! Sampean Paiman bin Sukamto selaku sesepuh kampung telah menodai agama Allah, kenapa sampean tidak segera bertaubat?”
“Hukum Allah yang mana?” Jawab kakek berjenggot putih melakukan pembelaan.
“Hah, percuma berdebat dengan sampean.” Sembari menyodorkan surat pada kakek renta, sang pemuda mulai mengintruksikan layaknya komandan upacara 17-an, “Pokoknya mulai besok sampean bersama kaum sampean harus sudah menghentikan aktifitas keagamaan di Masjid kampung ini! Bukankah kami cukup baik telah memberikan tenggang waktu semalam kepadamu dan kaummu untuk mengucapkan salam perpisahan pada Tuhanmu.”
Tekanan darah kakek Iman (begitulah warga sekitar memanggil kakek tersebut) kini mencapai puncak, dalam kondisi seperti ini akhirnya dia berani melawan dengan suara cukup lantang dia berkata, “Astaghfirullah... Allah saja tidak melarang kami untuk beribadah menurut keyakinan kami, mengapa jenengan begitu lantang menghentikan aktifitas kami! Bukankah perbedaan itu adalah sebuah kenyataan, dan persamaan hanyalah sebuah impian, tak mungkin kita bisa menyamakan perbedaan yang ada, pun jika harus dipaksakan untuk sama, maka yang tercipta adalah kehancuran. Cobalah kau pahami itu anak muda...”
“Sudah hentikan! Sekali lagi aku katakan, percuma berdebat dengan sampean.”  Dengan wajah mengerut pemuda itu menghentikan ceramah kakek  Iman, “Siapa bilang Allah tak menghentikan aktivitas kalian? Saya yakin keberadaan kami diciptakan di dunia ini untuk menegakkan Agama Allah, salah satunya adalah menghentikan aktifitasmu yang sudah melenceng jauh dari ajaran Agama. Tidak usah banyak berdalih, monggo baca surat itu, sudah cukup jelas, pemerintah pun mengakui keberadaan golonganmu adalah keliru. Mumpung masih jembar kalangane, padang rembulane, bertaubatlah... Insya Allah kami masih ada ruang untuk orang-orang yang mau bertaubat. Pun, ngoten mawon saking kula, Wassalamu’alaikum laila...!
Dengan senyum manis yang dilayangkan kepada Laila, Pemuda gagah perkasa itu mengakhiri keberadaanya di ruang tamu kakek (mirip kyai) kampung itu. Dia melangkahkan kakinya dengan bangga.
Laila pun tersenyum. Nampak pipinya memerah karena mendapat lemparan senyum dari pemuda gagah perkasa tadi. Yaa Khumairo’... Makin manis aja paras perempuan berumur 2 windu itu.
Nduk... Apa hubunganmu dengan pria tak tau sopan santun barusan?” Tanya kakek Iman dengan suara serak-serak basahnya, jelas sekali ada beberapa puluh mililiter lendir yang menempel ditenggorokannya.
Mase barusan bernama Dalijo bin Tumirin, Ketua Front Pembela Itik wilayah Kota B. Tapi mas Dalijo biasa dipanggil Ahmad Husein.” Jawab Laila seolah ingin memperkenalkan pemuda pada Kakek Iman.
Hubunganmu opo?” Kakek bertanya dengan penuh rasa penasaran.
Laila mencoba menjelaskan secara gamblang, “Mas Ahmad tunangan Laila kek...”
Astaghfirullahal’adzim...” Kini tekanan darah kakek Iman mencapai point of no return, begitu besar tekanannya sehingga menyebabkan matanya terpaksa harus terpejam selamanya.
***
)* Mahasiswa Teknik Informatika angkatan 2007 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, akrif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

INDONESIA; PERADABAN ATLANTIS YANG TELAH HILANG


Sebuah pemukiman indah di permukaan samudra.
Semoga rajanya bersuka ria dan menikmati pesta-pesta agung.
Hingga suatu waktu ketika laut berubah garang dan liar... Ombak tiba-tiba menyapu seluruh daratan...
Pemukiman indah, penuh manusia, berubah menjadi danau.  
Sebuah benteng  yang tak dapat direbut, dikelilingi oleh laut.
~ Taliesin, Poem 21 ~
Mungkinkah pernah terbesit dalam pikiran Anda bahwa Tanah yang anda pijak ini merupakan warisan kekaisaran dunia yang menjadi sumber segala Perdaban besar: Atlantis, tanah “surga” yang disebut-sebut oleh berbagai Tradisi Suci dunia.
Atlantis! Kata yang singkat namun membangkitkan perasaan yang mendalam pada sesuatu yang menakjubkan. Dampaknya lebih terasa dibanding mendengar istilah “The Lost World”. Namun apakah Atlantis hanya sekadar mitos? Sebuah dongeng moral? Kreasi Science Fiction? Atau pernah benar-benar ada dalam sejarah, yang entah bagaimana diangkat ke dunia nyata melalui pena ajaib Plato. Mungkin, sikap bersikeras Plato ini didasarkan atas fakta, yakni Atlantis merupakan sebuah realitas yang pernah ada, selanjutnya dilukiskan sebagai hal yang “tidak pernah dimiliki kaisar atau raja mana pun, dan tak pernah ada lagi.”
Setelah dua puluh lima abad sepeninggal Plato, ribuan buku tentang Atlantis tercipta, sayangnya perkara Atlantis masih jauh dari terselesaikan. Sampai akhirnya pada akhir abad 20 atau awal abad 21 seorang Geolog & Fisikawan Brasil Prof. Arysio Nunes dos Santos melakukan penelitian selama 30 tahun dan berhasil menyimpulkan melalui karyanya: ATLANTIS—The Lost Continent Finally Found; The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization,  bahwasanya Atlantis yang lenyap itu berada di Hindia Timur, lebih tepatnya Indonesia.
Atlantis (bahasa Yunani: τλαντς νσος, "pulau Atlas") adalah pulau legendaris yang pertama kali disebut oleh Plato dalam buku Timaeus dan Critias. Dalam catatannya, Plato menulis bahwa Atlantis terhampar "di seberang pilar-pilar Herkules", dan memiliki angkatan laut yang menaklukan Eropa Barat dan Afrika 9.000 tahun sebelum waktu Solon, atau sekitar tahun 9.500 SM. Setelah gagal menyerang Yunani, Atlantis tenggelam ke dalam samudra "hanya dalam waktu satu hari satu malam".
Atlantis umumnya dianggap sebagai mitos yang dibuat oleh Plato untuk mengilustrasikan teori politik. Meskipun fungsi cerita Atlantis terlihat jelas oleh kebanyakan ahli, mereka memperdebatkan apakah dan seberapa banyak catatan Plato diilhami oleh tradisi yang lebih tua. Beberapa ahli mengatakan bahwa Plato menggambarkan kejadian yang telah berlalu, seperti letusan Thera atau perang Troya, sementara lainnya menyatakan bahwa ia terinspirasi dari peristiwa kontemporer seperti hancurnya Helike tahun 373 SM atau gagalnya invasi Athena ke Sisilia tahun 415-413 SM.
Masyarakat sering membicarakan keberadaan Atlantis selama Era Klasik, namun umumnya tidak mempercayainya dan terkadang menjadikannya bahan lelucon. Kisah Atlantis kurang diketahui pada Abad Pertengahan, namun, pada era modern, cerita mengenai Atlantis ditemukan kembali. Deskripsi Plato menginspirasikan karya-karya penulis zaman Renaissance, seperti: New Atlantis karya Francis Bacon. Atlantis juga mempengaruhi literatur modern, dari fiksi ilmiah hingga buku komik dan film. Namanya telah menjadi pameo untuk semua peradaban prasejarah yang maju (dan hilang).
Kebenaran adanya bencana banjir—yang diidentifikasi secara benar sebagai bencana alam akhir Zaman Es Pleistosen, penanggalan, dan semuanya—diyakini merupakan penyebab runtuhnya peradaban Atlantis. Terbukti secara ilmiah, berakhirnya Zaman Es Pleistosen dipicu oleh serangkaian bencana yang menyebabkan thermal bumi naik secara drastis. Keadaan itu terjadi hanya jika kerak bumi ini mendadak menjadi panas, yaitu meletusnya gunung api secara dahsyat, gunung tersebut adalah Gunung Kratau (dan mungkin gunung-gunung lain disekitarnya). Letusan hebat ini kemudian membelah sebuah pulau menjadi dua, yang saat ini dikenal dengan sebutan Pulau Java dan Sumatera, dan selat Sunda yang memisahkan keduanya. Ledakan dahsyat ini juga dirujuk secara luas dalam mitos dan tradisi dunia tentang Banjir Bah, Atlantis, dan Surga, yang sebenarnya ternyata di wilayah yang sama. Bencana yang dahsyat ini juga diingat secara universal sebagai ledakan ledakan Gunung Atlas, Sinai, Zion, Alborj, Qâf, Golgota, meru, Mashu, dan sebagainya.
Ledakan Gunung Krakatau mengakibatkan tsunami raksasa, yang menyapu menenggelamkan dataran-dataran rendah Atlantis secara permanen, dan menyebabkan mereka menghilang di bawah air, memicu berakhirnya zaman es, dimana abunya menutupi gletser yang mempercepat penyerapan panas sinar matahari. Kemudian pada beberapa tahun terakhir yang lalu dapat kita saksikan bencana pada wilayah yang sama—wilayah atlantis pada masa lampau—yaitu serangkaian bencana Tsunami di Aceh, Gempa Bumi diberbagai wilayah di Indonesia, meletusnya Gunung Merapi di Jogja, Meluapnya lumpur bumi di Lapindo, dan masih banyak bencana di wilayah lain. Sejarah bencana tersebut berulang kembali meski dalam skala yang kecil.
Mesir, India , Indonesia, dan Asal-mula Legenda Atlantis
Plato mengakui bahwa dia mempelajari legenda Atlantis dari solon, yang pada gilirannya, mendapatkan cerita itu dari para pendeta Mesir. Tetapi, para pendeta mesir pada gilirannya mendapat cerita itu dari orang Hindu, yaitu di India dan Indonesia, tempat legenda yang bisa saja benar senyatanya terjadi.
Indonesia merupakan Punt yang merupakan Tanah Leluhur (Tower), “Pulau Api” tempat bangsa Mesir semula berasal. Bangsa itu terpaksa keluar karena bencana alam yang meluluhlantahkan tanah asal mereka. Namun diyakini bangsa ini tidak hanya berhijrah ke Mesir atau India saja, namun ke seluruh penjuru dunia untuk mencari tempat perlindungan atau singgah yang aman. Kemudian terciptalah mitos Gunung Suci, yaitu adalah Gunung Atlas. Di Mesir dilambangkan sebagai Gunung Suci yang dilambangkan dengan Piramida Besar. Mayat Osiris yang bersemayam di dalamnya merupakan perlambangan dari mayat atlantis yang sudah mati, atau mungkin banyaknya kematian di Atlantis. Begitu juga Wisnu yang berbaring di atas gulungan tubuh Ular Shesa. Dan juga Tlaloc, Atlas versi bangsa Aztec yang dianggap sebagai dewa kematian Atlantis. Dimanapun, hal semacam ini merupakan simbolisme Piramida atau bencana atas Gunung Suci, yaitu Gunung Krakatau.
Dari Atlantis jugalah, tersebar semua atau sebagian besar ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini: irigasi, budaya bercocok tanam, metarulgi, penjinakan binatang, pengembangan ternak, perkakas batu, astronomi, musik, agama, filsafat, abjad,  penemuan serat pakaian, pengesahan batu mulia dan sebagainya. Bahkan bahasa saat ini berasal dari sini. Bangsa Cina menegaskan bahwa, “ikan adalah satu-satunya makhluk yang akan paling akhir menyadari keberadaan air”. Demikian juga, tidaklah mengejutkan jika kita begitu tidak peduli pada realitas yang tak terlakkan dari Atlantis, surga yang Hilang, yang dibicarakan oleh semua Tradisi Suci. Tetapi Atlantis adalah semangat dan jiwa kita, Jiwa Dunia!
Bangsa Kita adalah Bangsa yang Besar
Cak Nun dalam diskusi (ma’iyah-an) seringkali menekankan kepada para audien agar bangga pada bangsa kita ini, beliau mengatakan bahwa, “BANGSA INI ADALAH BANGSA YANG BESAR!!!”. Bangsa yang memiliki keanekaragaman bahasa dan budaya yang tak ternilai harganya. Indonesia adalah miniatur peradaban dunia, segala warna kulit dapat kita saksikan ditanah ini, segala hal dapat kita peroleh di tanah ini, karena memang tanah ini adalah tanah “surga”, bukankah ranting dan batu bisa tumbuh yang selajutnya menjadi sumber makanan bagi para penghuni “surga” ini. Bangsa ini seringkali pernah berjaya, mulai dari Peradaban Atlantis  yang sangat terkenal di seluruh seantero jagad raya—meski faktanya masih menjadi perdebatan, Kerajaan Sriwijaya yang teritorialnya sampai ke negeri Cina, hingga Kerajaan majapahit yang mampu menyatukan nusantara bahkan sampai di negeri India. Betapa hebatnya peradaban pada masa lalu, yang seharusnya bisa menjadi spirit pergerakan kita untuk menegakkan kembali peradaban yang telah lama tertidur ini.
Jas Merah, seperti apa yang disampaikan Soekarno, “Jangan Pernah Melupakan Sejarah!”. Dengan membaca dan memahami sejarah, jiwa-jiwa nasionalisme atau Hubbul Wathon akan terus membara. Sehingga segenap jiwa—raga setiap penghuni “surga” ini akan tercurahkan secara murni pada bangsa ini, selanjutnya bangsa ini tidak akan dipandang remeh oleh bangsa lain. Kita sebagai orang pribumi jangan sampai terjebak pada pemahaman sempit yang menganggap bahwa ajaran kelompoknya paling benar, dan menganggap yang lain adalah keliru, (atau yang lebih ekstrim lagi, yang lain adalah kafir, sehingga halal untuk dibunuh). Hal-hal semacam inilah yang menimbulkan perpecahan diantara kita, dengan kata lain bangsa ini sakit dari dalam, sangat susah berkembangan jika kondisi seperti ini terus berlangsung.
Kata terakhir dari penulis, Mari kita buka pikiran kita, pahami masa lalu untuk masa depan yang jauh lebih baik! Hidup Indonesia!!! _xhr_ (Juli 2010)
-o0o-

...Jangan goyah! Percayalah teman, perang itu melawan diri sendiri. Selamat datang kemerdekaan! Jika kita mampu menahan diri...

KAMAPURA (PERWUJUDAN HASRAT)

Aku sedang dalam waktu yang penuh dengan hasrat
Kesabaranku sudah mencapai tengat
Kau memang candu, tak bisa ku menafikannya
Disamping tanur ini aku terbakar
Nafsuku menjadi liar
Equilibriumku sudah tak berimbang
Intrepetasi tanpa basis tiap detik tercipta, segalanya tentangmu
Kau begitu pandai mengendalikan segalanya
Membuatku menjadi gundah dengan ribuan tanda tanya


Khuraim Fatik
Jojakarta, 3 Juli 2010 17:00

Puzzle

Kemarin puzzle itu aku rangkai, hampir jadi
Kini puzzle itu berantakan

Kemarin aku berharap, nanti akan aku temukan gambar keindahan dari puzzle yang sudah hampir jadi itu
Kini aku berharap, nanti akan aku temukan keindahan dari puzzle yang rusak itu

Kemarin aku tertawa di sela-sela garis rangkaian puzzle yang hampir jadi itu
Kini aku terdiam mengenang garis-garis yang pernah aku buat di puzzle itu

Puzzleku hanya satu
Aku mencoba merangkai puzzle itu lagi
Tapi mungkin lusa rusak lagi
Dan aku rangkai lagi
Dan rusak lagi
Dan aku rangkai lagi

Khuraim Fatik
Bantul: Jogonandan 7 Juli 2010 00:30

Berkarya

Menyikapi berbagai permasalahan dalam hidupku ini, dari situlah saya merangkak untuk melakukan prubahan kecil. Mencoba untuk berkarya dan berekspresi, sehingga (semoga) hidupkan ini bisa menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain, terutama bagi Ibuku tercinta. Karena beliaulah saya masih bisa bernafas sampai saat ini, saya bisa memahami arti hidup ini, sebuah kehidupan yang sangat rumit untuk dijelaskan dengan teori apapun. Sebuah kehidupan yang kadang nampak sangat chaos, misterius, fantastis, dan sporadis. Namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari desain holistic yang sempurna.

Ilusi

Mungkin disini kita hanya terdampar di planet ini, di Bumi, pasrah saja jika harus musnah saat jatah waktu untuk kita sudah habis. Pun kita tak tahu kapan itu. Hidup seperti hal-hal lainnya adalah sebuah ilusi, persis seperti yang diajarkan oleh semua agama yang diantaranya secara terus-menerus diajarkan kepada kita melalui "mitos-mitosnya".

Faforit

Jam

Copyright © Aufklarung
Design by xhrftk & xhr-production